Saturday, July 6, 2013

8 Etos Kerja Professional (Bagian 1)

Tulisan ini merupakan tulisan Bapak Jansen Sinamo yang dikenal sebagai Guru Etos Indonesia. Merupakan Kehormatan bagi kami dapat menyebarkan buah tangan beliau dalam blog kami ini.
Tulisan ini akan kami bagi dalam 4 bagian. Semoga bermanfaat dan dapat membangkitkan Etos kerja yang lebih baik dalam diri kita semua.
Pada akhir Perang Dunia Kedua, Jerman dan Jepang kalah telak dan luluh lantak oleh Sekutu. Tetapi tak sampai 50 tahun kemudian, Jerman dan Jepang masing-masing bertiwikrama menjadi bangsa paling maju di Eropa dan Asia baik secara sains-teknologis maupun bisnis-ekonomis. Mengapa bisa demikian? Jawabnya ditemukan di wilayah rohani. Tepatnya, etos dan budaya kerja mereka ternyata tidak ikut hancur lebur. Yang hancur cuma gedung, jalan raya, dan infrastruktur fisik lainnya. Tetapi the spirit within their heart tetap utuh. Dan inilah makna pertama dari kata etos.[1]
Kiranya semua bangsa perlu belajar dari kedua bangsa ini. Menurut Max Weber (1905)[2], intisari budaya dan etos kerja bangsa Jerman dapat disarikan sebagai berikut:
1.       Bertindak rasional.
2.      Berdisiplin tinggi.
3.      Bekerja keras.
4.      Berorientasi pada kesuksesan material.
5.      Hemat dan bersahaja
6.      Tidak mengumbar kesenangan.
7.      Menabung dan berinvestasi.

Di Timur, orang Jepang menghayati Etos Bushido (etos para samurai = the way of the samurai) yang bersumber dari perpaduan filsafat Konfusianisme, Buddhisme, dan Shintoisme yang kemudian merupakan karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang.[3] Etos Bushido menurut Robert Bellah (1957) tersebut terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut:
1.       Gi: Keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat.
2.      Yu:Berani dan bersikap kesatria.
3.      Jin: Murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama.
4.      Re:Bersikap santun; bertindak benar.
5.      Makoto: Bersikap tulus yang setulus-tulusnya; bersikap sungguh yang sesungguh-sungguhnya; tanpa pamrih.
6.      Melyo: Menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan.
7.      Chugo: Mengabdidan loyal.

Kiranya juga jelas, kemajuan Jepang dalam kancah perekonomian dunia dapat dipahami sebagai akibat logis dari etos kerja di atas. Manajemen Jepang yang berintikan kaizen (proses perbaikan inkremental berkesinambungan) jika diperiksa dengan saksama, memang hanya mungkin berhasil jika didukung oleh etos kerja Jepang di atas atau yang setara dengannya.
Karena itu sangat kuatlah alasan bagi setiap pemimpin dan guru untuks ungguh-sungguh mengembangkan etos kerja segenap warga organisasinya. Tanpa etos yang sesuai, maka keberhasilan yang dicita-citakan hanyalah impian kosong di siang-bolong; artinya kita tetap edan di zaman edan yang semakin edan ini.
Selanjutnya, berikut ini dengan ringkas dipaparkan 8 Etos KerjaProfesional, yang adalah juga roh keberhasilan yang penuh semangat, penuh kesusilaan, dan sarat moralitas luhur.

Etos 1: Kerja adalah Rahmat; Aku Bekerja Tulus Penuh Kebersyukuran
Rahmat adalah pemberian baik yang kita terima bukan karena jasa atau prstasi kita, tetapi karena kebaikan sang pemberi. Jadi, respons yang tepat hanyalah bersyukur dan berterimakasih.
Kerja adalah rahmat, maka harus disyukuri setidaknya karena dua alasan. Pertama, kerja secara hakiki adalah rahmat Tuhan; lewat pekerjaan hidup kita dipelihara-Nya. Kedua, di samping upah finansial kita juga menerima banyak sekali faktor plus dari pekerjaan, misalnya kesempatan belajar, mengunjungi negeri asing, membangun relasi dengan banyak orang, dan sebagainya. Faktor-faktor plus ini pun adalah rahmat juga.
Karena itu kita akan tergerak untuk bekerja dengan hati yang ikhlas dan tulus. Bekerja tidak sambil bersungut-sungut, wajah merengut, bibir mengeluh, mulut mengaduh, serta hati menggerutu dan mengomel; karena kita sadar bekerja adalah bentuk terima kasih kita kepada Tuhan, negara, atau pemilik perusahaan dan manajemen yang telah membuka lapangan kerja.Kita telah lebih dahulu menerima dengan limpah, maka kita pun patut bekerja dengan rasa syukur yang berlimpah pula.
Menyadari bahwa rahmat selalu melimpah, kita pun terimbas untuk bermental limpah terhadap sekeliling kita, sehingga lama-kelamaan akan membentuk karakter limpah ruah (abundance character).  Penampakannya bermacam-macam:  senang menolong, tak kenal pelit, tak takut kekurangan, selalu merasa ada alternatif, mampu memberi kemudian menerima, bersedia menabur kemudian menuai, bersikap kontributif dan positif.
Orang berkarakter limpah ruah  memiliki jiwa besar karena sadar bahwa Sang Maha Pemberi selalu memberkati kita dengan limpah. Dengan jiwa besar, hati bersyukur, dan jiwa besar kita selalu diliputi sukacita dan rasa bahagia. Sukacita kerja pada gilirannya membuat kita selalu produktif, bebas dari perasaan tertekan, sehingga mampu menjadi aktor positif dalam menciptakan suasana kerja yang ceria dan gembira, serta selalu menjadi protagonis dan tak pernah antagonis.

Etos 2: Kerja adalah Amanah; Aku Bekerja Benar Penuh Tanggung Jawab
Amanah adalah titipan berharga yang dipercayakan pada kita. Melalui kerja kita menerima banyak amanah sehingga wajiblah kita bekerja dengan benar penuh tanggung  jawab.
Pemilik modal menitipkan usahanya, manajemen mempercayakan tugas-tugas manajerial, pelanggan mengandalkan kontinuitas pasokannya, dan pemasok mempercayakan barangnya dengan pembayaran kemudian.
Keluarga juga menitipkan amanah: agar kita selalu membawa pulang nafkah halal setiap hari ke rumah melalui pekerjaan yang baik dan positif. Kita juga menerima pekerjaan sebagai amanah dari negara, bangsa, dan Tuhan kita. Pendeknya, banyak kebutuhan pihak lain, yakni para konstituen-klien-pelanggan dipercayakan pada kita. Konsekuensi moralnya, kita dituntut melaksanakan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya; tidak boleh dikorupsi, dimanipulasi, dikurangi, atau dicuri. Kejujuran dan integritas menjadi sangat pokok dalam pelaksanaan amanah.
Sebagai pemegang amanah kita harus tepercaya (andal secara moral) dan kompeten (andal secara teknis) dalam pelaksanaan amanah tersebut. Konsekuensi logisnya: kita akan bekerja dengan sistematik dan terencana dan rencana kerja tersebut kita kerjakan dengan saksama hingga tuntas: tidak boleh menunda-nunda dan semena-mena, melainkan merampungkannya sampai beres dengan benar.
Jika seseorang mampu bekerja penuh amanah, maka secara psiko-spiritual akhlak tepercaya penuh kompetensi semakin terbentuk kuat dalam dirinya. Di pihak lain, sepasang akhlak ini menjadi jaminan sukses bagi pelaksanaan amanah itu sendiri. Dalam kondisi inilah kita berada dalam modus melakukan pekerjaan yang benar, dengan tujuan yang benar, dengan sikap yang benar, dengan metoda yang benar, serta menggunakan data yang benar pula.
Secara empiris, kita banyak melihat bahwa orang yang sukses mengemban amanah kecil akan mendapat amanah yang lebih besar. Lagi-lagi, karakter tepercaya penuh kompetensi tampil sebagai modal sukses. Boleh dikatakan, di atas karakter inilah dibangun prestasi kerja yang pada gilirannya membuat kita berharga dan dihargai para konstituen-klien-pelanggan kita.

Bersambung

No comments:

Post a Comment